AGEN POKER ONLINE TERPECAYA - TOREHAN TAK LEPAS DARI LINI TENGAH THE SAINTS

AGEN POKER ONLINE TERPECAYA - Kemilau Para Penggawa Muda Southampton Tak melakukan banyak perubahan dari musim lalu dan mengandalkan pemain binaan, Southampton mampu jadi salah satu highlights Premier League musim 2013/2014.

Memang, Southampton tak secermelang Everton atau Tottenham Hotspur. Mereka juga hanya sesaat bertengger di posisi empat besar –yaitu pada awal November 2013. Selebihnya, mereka berkutat di papan tengah saja. Namun perlu diingat, tim ini tak belanja jor-joran macam Spurs, ataupun dibanjiri pemain pinjaman macam Everton. Mereka juga tak mengganti pelatih di awal musim.

Lantaran masih terlilit hutang transfer sebesar 27 juta poundsterling dan juga sedang butuh biaya sekitar 30 juta poundsterling untuk merenovasi komplek latihannya, Soton memang menggelontorkan dana seadanya pada jendela transfer musim panas tahun lalu. Mereka hanya membeli pemain-pemain yang benar-benar dibutuhkan dan memilih memainkan para hasil binaan akademi.

Praktis, pada musim ini, The Saints hanya melakukan tambal sulam dalam skuat mereka. Dejan Lovren (12 juta poundsterling) didatangkan dari Olympique Lyon, untuk menambal keroposnya barisan pertahanan. Lalu, untuk memperkuat lini tengah, mereka mendatangkan Victor Wanyama (12,7 juta poundsterling) dari Celtic untuk diduetkan dengan Jack Cork (akademi) di posisi poros ganda.

Pemain paling mahal ada di barisan penyerang, yaitu dengan mendatangkan Pablo Osvaldo dari AS Roma dengan mahar 15 juta poundsterling. Pemain timnas Italia itu diplot untuk mengisi pos yang ditinggal Jason Puncheon yang dipinjamkan ke Crystal Palace. Tapi, dikarenakan tak mampu beradaptasi dengan baik, Osvaldo pun "dipulangkan" ke Italia pada jendela transfer paruh musim.

Ya, mesti hanya membeli pemain seperlunya dan semampunya, ternyata Soton mengalami kemajuan musim ini. Pada musim 2012/2013 mereka hanya mampu finish di posisi 14, sedangkan musim ini mereka mampu bertengger di posisi 8.

Pun jika di tengok dari masalah produktivitas gol. Adam Lallana dkk mampu mencetak 54 gol dengan kemasukan 46 gol dalam 38 pekan. Hasil tersebut tentu lebih baik dari musim kompetisi sebelumnya, yaitu hanya mampu melesakkan 49 gol dan kebobolan sebanyak 60 kali.

Bukankah itu merupakan suatu bentuk kemajuan?

Memantapkan Pola Ideal 4-2-3-1

Didatangkan dari Espanyol Januari 2013, Mauricio Pochettino menggantikan pelatih sebelumnya, Nigel Adkins yang dipecat lantaran rentetan hasil buruk The Saints pada awal musim 2012/2013. Kala itu, Soton memang hanya mampu meraih 4 kemenangan dari 10 laga yang dimainkan Adam Lallana dkk. Beda halnya dengan Adkins yang selalu mengubah-ubah formasi, Pochettino langsung menentukan pola ideal untuk anak asuhnya, yaitu 4-2-3-1. Maka tak heran, sejak bulan Januari 2013 sampai dengan akhir musim ini, Soton lebih sering menggunakan formasi itu.

Memang, Pochettino pernah juga menggunakan pola 4-4-2 kala menjamu West Ham pada 15 September 2013. Namun, itu bukanlah sebuah eksperimen. Semata karena Soton tak punya pengganti Jack Cork yang dililit cidera pergelangan kaki. Selebihnya, The Saint nyaman menggunakan pola 4-2-3-1, dengan menduetkan Victor Wanyama dan Jack Cork di posisi poros ganda.

Jika lini depan mereka sedikit berkendala, karena Osvaldo tak berperforma baik dan Rodriguez rentan cedera, lain hanya di lini tengah. Kedatangan Victor Wanyama dan semakin seringnya bermainnya pemain yang dipromosikan dari akademi, James Ward-Prowse, telah memberi warna berbeda pada lini tengah The Saints musim ini.

Wanyama, misalnya. Ia mampu menunaikan tugasnya sebagai pemutus serangan dengan apik. Baik saat diplot sebagai poros ganda bersama Jack Cork, maupun saat ditugaskan sebagai gelandang bertahan manakala Cork mengalami cedera. Perannya begitu sentral musim ini. Pemain asal Kenya ini mampu meberikan ketenangan bagi barisan pertahan. Tak heran, berkat penampilan apik Wanyama, Southampton mampu menekan jumlah kebobolannya musim ini.

Pun begitu dengan Ward-Prowse. Talenta muda hasil binaan akademi St. Marry tersebut tampil begitu cemerlang. Ia seakan tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan Pochettino yang telah memberikan menit bermain lebih musim ini. Dipasang di bagian flank, pemain berusia 19 tahun itu bermain begitu cair. Hal yang kemudian menjadikan Soton begitu berbeda.

Masih Mengandalkan Crossing

Memang, musim ini Soton masih mengandalkan umpan crossing layaknya pada 2012/2013. Tapi bedanya adalah pada ketenangan dalam bermain. Jika musim lalu mereka terlalu buru-buru mengirim umpang crossing ketika sudah memasuki area sepertiga akhir lapangan lawan, pada musim ini mereka tak segan untuk menahan bola di lapangan tengah, sambil menunggu pemain lain naik membantu serangan, ketika mengalami kebuntuan.

Hal inilah yang kemudian menjadikan jumlah passing pemain-pemain Soton di area lawan melonjak. Musim lalu mereka hanya mencatatkan total passing sebanyak 6.360 kali, sedangkan musim ini melonjak menjadi 7.151 kali. Tak heran juga jika jumlah umpan silang Soton musim ini sedikit berkurang dari musim sebelumnya.

Distribusi gol Southampton musim 2013/2014

Selain itu, possession Southampton adalah yang tertinggi di Liga Inggris dengan 58,6 % (Swansea 57,6 % dan Manchester City 56,9 %). Untuk mendukung strategi possession-nya, Pochettino sering memperagakan permainan pressing tinggi untuk menekan dan mengintimidasi lawan. Ini pula yang menyebabkan Southampton menjadi klub dengan shot conceded per game tersedikit.

Torehan tersebut tentu tak terlepas dari semakin padunya lini tengah The Saints. Baik poros ganda mereka, Wanyama-Crok, maupun trio gelandang di belakang striker, yaitu Ward-Prowse-Jay Rodriguez/Gaston Ramirez-Lallana.

Selain itu, datangnya Dejan Lovren dari Lyon jelas memberi ketenangan lini belakang. Bukan hanya bagi penjaga gawang, tapi juga dua fullback Southampton, Luke Shaw ataupun Culum Chambers.

Saat Pochettino menginstruksikan untuk bermain terbuka, otomatis duo fullback Soton dituntut untuk sedikit naik dan membantu lini tengah. Di sinilah peran Lovren begitu terlihat. Ia langsung padu diduetkan dengan Jose Fonte pada posisi bek tengah.

Duet centerback ini tak hanya piawai menghalau bola dan menjaga pemain lawan, tapi juga mereka juga cerdik menutup lubang di lini belakang. Manakala duet fullback naik, Fonte-Lovren bermain sedikit melebar untuk mengisi ruang yang ditinggal Shaw dan Chambers. Hal ini juga tak terlepas dari rajinnya Wanyama untuk turun dan menjaga kedalaman.

Panen Pemain Binaan

Selain karena keberhasilan Pochettino dalam meracik 4-2-3-1, satu hal lain yang menjadikan Soton begitu cemerlang adalah para pemain muda. Kompetisi 2013/2014 memang musim panen bagi Southampton. Lantaran tak mampu berbuat lebih di bursa transfer, mereka lebih memilih untuk memaksimalkan pemain-pemain muda hasil binaan akademi.

Pun keputusan itu juga tak sepenuhnya salah. Lallana, Shaw, Chambers benar-benar menjadi bintang musim ini. Mereka tak lagi menjadi pemain-pemain pesakitan layaknya musim kemarin. Jebolan-jebolan akademi Soton ini benar-benar layak jadi sorotan.

Meski berusia muda, mereka tak pernah canggung tatkala berhadapan dengan nama-nama besar yang menghiasi EPL. Mereka tetap percaya diri memainkan gaya permainan khas Southampton musim ini. Melakukan pressing ketat saat kehilangan bola, melakukan serangan balik cepat dengan mengandalkan kecepatan pemain sayap dan fullback, serta tak pernah takut untuk berlama-lama menguasai bola lalu merangsak ke sepertiga lapangan akhir dengan umpan-umpan terobosan.

Ya, Soton musim ini memang cenderung bermain mengandalkan kecepatan. Itu semua tak terlepas dari peran para alumnus akademi mereka. Sudah menjadi rahasia umum, kalau akademi Shouthampton kerap melahirkan pemain-pemain yang punya dribble cepat dan juga stamina prima. Gareth Bale, Wayne Bridge, Theo Walcott, ataupun Alex Oxlaide-Chamberlain adalah contohnya.

Jika Adam Lallana tidak masuk dalam kategori baru, maka Culum Chambers, Ward-Prowse, dan Luke Shaw adalah generasi anyar sprinter lapangan hijau lulusan akademi St. Mary. Bahkan nama yang terakhir disebutkan, pada usia yang masih 18 tahun, berhasil menyingkirkan nama Ashley Cole dari daftar nama pemain The Three Lions yang diboyong Roy Hodgson ke Brasil tahun ini.

Karenanya, bukan tanpa alasan jika musim ini Soton cenderung mengandalkan kecepatan para pemainnya ataupun pressing-pressing ketat. Pasalnya, memang itulah blueprint yang diciptakan di akademi mereka, yaitu pemain muda dengan dribble yang baik dan punya stamina prima.

Kombinasi antara munculnya para binaan akademi dengan semakin padunya 4-2-3-1 Pochettino ini membuat Soton begitu stabil dan berkilau.


Agen Bola Online Terpercaya Prediksi Bola, Selalu Kunjungi Kami dan percayakan.

0 comments:

Post a Comment

Live chat by BoldChat